Kamis, 26 Maret 2015

DIMENSI POLITIK PRAKTIS PENDETA” Sub Judul : “Suatu kajian teologis terhadap pendeta yang terjun dalam politik praktis (Caleg) yang di ukur dari kemampuan pengetahuan pendeta dan dari sisi etika, khususnya di wilayah Jailolo dan Sahu. Kab. Hal-Bar.



BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang masalah dan Alasan Pemilihan Judul.
Tidak semua orang tahu bahwa berpolitik adalah hak setiap manusia yang ada di Dunia ini khususnya di Indonesia. Tetapi gaya politik macam manakah yang harus dipakai?. Kenyataan menunjukan bahwa pada umumnya para penguasa politik Indonesia menggunakan mesin kendaraan politik demi mengokohkan kepentingan pribadi dan kelompok atau partai politiknya. Sebagaimana para politisi Indonesia yang selalu meneriakan “demi kepentingan rakyat atau hanya demi rakyat dan demi kepentingan umum” tetapi sebenarnya hanya untuk menyembunyikan siasat buruknya dalam rangka memenangkan kepentingan pribadinya.[1]
        Kata politik berasal dari bahasa Yunani, yaitu polis. Secara harfia, arti kata polis adalah kota. Dan dari sinilah kemudian di kembangkan berbagai pengertian.[2] Politik adalah ilmu kenegaraan/tata Negara; sebagai kata kolektif yang menunjukan pemikiran yang bertujuan untuk mendapatkan kekuasaan.[3]
Politik dalam arti yang sebenarnya atau sejatinya adalah kepastian sekaligus jawaban. Ia harus memberi  harapan sekaligus pencapaian. Sebab Negara bukan sekedar kontrak formal yang melibatkan rakyat satu pihak dan elit dipihak lain. Namun dalam prakteknya, politik memang sekedar deretan kemungkinan yang membuka diri terhadap segala kontigensi. Membaca politik yang demikian selalu penuh dengan tanda Tanya, penuh kebimbangan, dan kecurigaan. Itulah politik yang ditampilkan elite kita. Secara sewenang-wenang, politik didegradasi sebagai dunia tanpa batas, tanpa kepastian dan tanpa harapan.
           Politik adalah titik-titik, siapapun tergantung kepentingan, dipersilakan untuk mengisi titik-titik yang tentunya dengan pamrih parsial. Maka, bukan sebuah kejanggalan kalau DPR berteriak atas nama kedaulatan bangsa padahal menjual-jual hajat hidup rakyat.
            Makna politik tergantung pada subjek yang memaknai dan menguasainya. Di tangan negarawan, politik adalah kebijakan umum. Ditangan pecundang, yang layak disebut “tukang politik” politik adalah komoditas.[4]
         Ada juga beberapa pandangan mengenai politik yaitu:
  1. Politik adalah usaha-usaha yang ditempu warga Negara untuk membicarakan dan mengupayakan kebaikan bersama.
  2. Politik adalah segala hal yang berkaitan dengan penyelenggara Negara dan pemerintahan.
  3. Politik adalah suatu kegiatan yang diarahkan untuk mencari dan mempertahankan dalam masyarakat.
  4. Politik adalah kegiatan yang berkaitan dengan perumusan dan pelaksaan kebijakan umum.
  5. Politik adalah konflik dalam rangkah mencari dan mempertahankan sumber-sumber yang dianggap penting.[5]
          Kaitannya dengan politik ada juga beberapa pandangan menyangkut partai politik menurut “Carl. J. Friedrich partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan, berdasarkan penguasaan ini memberikan  kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil maupun meteriil. Sedangkan R.H. Soltau Partai politik adalah sekelompok warga Negara yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik yang – dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih–bertujuan untuk menguasai pemerintah dan melaksanakan kebijakan umum mereka.” [6]

Kaitannya dengan hal di atas penulis akan membahas lebih khusus tentang keterlibatan pendeta dalam partai politik yang mencalonkan diri mereka disetiap pemilihan calon legislatif yang ada di daerahnya masing-masing. Secara umum kita tahu bersama sejak daerah diotonimisasi maka setiap orang yang berada di daerah itu berkesempatan untuk mencari pekerjaan sendiri di daerahnya termasuk di dunia politik praktis. Oleh karena terbuka kesempatan itu, sebagian pendeta juga tidak menyia-nyiakannya sehingga mereka pun terjun juga dalam partai politik.
Dengan bertolak dari pemikiran di atas tentang partai politik jika dikaitkan dengan tugas dan pelayan pendeta yang datang konon untuk melayani sekarang berpindah untuk memperebutkan kekuasaan apakah hal tersebut layak dilakukan oleh seorang atau sekelompok pendeta?. Dalam kaitannya dengan gereja bukannya berarti bahwa dalam kehidupan bergereja tidak ada perebutan kekuasaan, tetapi bagi penulis perebutan kekuasaan yang terjadi ditubuh gereja ada bedanya dengan perebutan kekuasaan yang terjadi pada politik praktis (partai politik/caleg).
Yang terjadi dalam tubuh gereja menurut penulis ada dua hal yaitu pertama perebutan kekuasaan yang terjadi di gereja hanya bertujuan melayani. Kedua, para pendeta dalam perebutan kekuasaan di gereja itu adalah porsinya jadi wajar, dan jika perebutan kekuasaan yang terjadi di gereja dengan tujuan hanya untuk berkuasa dan untuk diri sendiri sebaiknya jangan dilakukan karena melanggar aturan gereja dan menipu diri sendiri.
Bagi penulis hal itu entah diketehui atau tidak telah dibuat oleh para caleg yang berlatar belakang pendeta yang telah menjadikan jemaat sebagai tempat persinggahan sementara atau “terminal yang menunggu mobil kesempatan untuk pergi ke rumah legislatif.”[7]
Politik sangat penting bagi gereja. Maka politik perlu dikaji secara teologis-etis. Bahkan politik dan teologi-etika tidak bisa dipisakan. Kerena politik merupakan lapangan hidup manusia. Karena itu kehadiran dan keterlibatan gereja dalam politik tidak sekedar ikut serta menjadi penggembira melainkan sebagai pemeran yang berkewajiban memberikan penilaian normatif. Itu sebabnya etika penting bagi politik, yaitu untuk memberikan penilaian apakah penyelanggaraan Negara dilaksanakan sesuai norma-norma kebaikan dan kebenaran.
Kehadiran dan keterlibatan gereja dalam politik, bagaimanapun juga harus diwarnai oleh keyakinan kristiani tentang apa kehendak Allah bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Kalau politik dipahami sebagai pengelolaan Negara secara benar, maka norma kebenaran dalam pengelolaan Negara adalah kehendak Allah. Bagi iman kristiani, kehendak Allah yang nyata dalam Yesus Kristus mestinya menjadi norma dalam pengelolaan Negara yang baik dan benar. Karena itu keterlibatan kita mestilah dilihat dalam terang misi Allah. [8]

Menurut Pdt. M. Pahala Hutabarat, Sth[9] bahwa menyinggung banyaknya Caleg, baginya kita masing-masing mempunyai talenta biarlah talenta yang ada yang dikususkan itu, misalnya buatnya gunakanlah itu sesuai dengan kebutuhannya.
Contohnya ialah bahwa dirinya telah diangkat menjadi seorang pendeta, pendeta itukan sebenarnya adalah anugerah, Sth, Bahkan Doktor teologi itu banyak, tetapi pendeta adalah pemberian khusus antara seseorang dengan Tuhan, karena Tuhan yang memberikan tugas kepadanya, jadi jangan main-main dengan dunia atau kerajaan sorga, jadi jikalau terlibat dalam partai politik berarti seharusnya pendeta itu harus menanggalkan baju-bajunya sebagai pendeta, jadi lebih baik janganlah pendeta menjadi caleg. Dengan begitu maka dengan sendirinya jemaat tidak akan mendengar khotbah para pendeta. Jadi orentasi juga nanti tidak jelas karena bisa terpengaruh oleh situasi di legislatif.
 Menurut Jerry Sumampouw,[10] bahwa dalam hal menyangkut keterlibatan pendeta dalam partai politik ini merupakan sebuah kekeliruan besar yang akan membuat sebetulnya akan menimbulkan problem-problem dilingkungan internal dan ini sebuah contoh yang tidak baik buat jemaat kalau pendeta apalagi kalau dia memegang jabatan atau posisi penting di gereja. Memang tidak ada larangan, tetapi sebaiknya dia beraktifitas itu berdasarkan kode etik moral yang harus dijaga agar bisa menjadi contoh. Payungnya adalah Alkitab, bukan regulasi-regulasi Negara. Mestinya ada keberanian dari para pendeta yang menjadi caleg untuk keluar dari gereja. Ini resikonya, dia tidak bisa bermain didua tempat karena dampaknya bagi jemaat itu besar sekali. Oleh jemaat dia tidak akan dilihat lagi sebagai pendeta, dia akan dilihat sebagai politisi, dan politisi dikenal dimana-mana  itu banyak bohongnya, tidak beres dan lain-lain.
Bahaya itu kemudian jemaat mempersepsikan kalau seorang pendeta itu sebagai politisi, dan ini sebetulnya dampak yang mungkin tidak kelihatan tetapi perlahan-lahan dia akan membentuk kesadaran masyarakat sehingga ini akan mengganggu otoritas kependetaan dalam struktur gereja.
Kebanyakan orientasinya menjadi caleg ingin menjadi garam dan terang, ya jika demikian itukan bukan harus seorang pendeta. Orang yang bukan pendeta bisa menjadi garam dan terang dimana ia pergi dan berada. Pendeta itu dikhususkan untuk melayani  jemaat, bukan melayani masyarakat secara umum. Dia harus konsisten dengan tugas panggilannya. Kalau ada yang mengatakan pendeta bisa menjadi garam

ISIS . Tugas Kapita Selekta Agama-agama



A.   PENDAHULUAN
Akhir-akhir ini dunia dihebohkan dengan adanya sebuah gerakan radikal yang baru didengar. Yang disebabkan karena aliran tersebut dikabarkan telah memasuki Negara kita yaitu Indonesia. Aliran atau kelompok ini berasal dari dua Negara yaitu Irak dan Suriah yang dilatarbelakangi oleh agama Islam. Dan dalam melaksanakan kegiatan mereka yaitu dengan berbagai macam bentuk kejahatan tampa memandang agama, golongan, suku dan lain-lain. Dan juga tampa memandang usia baik itu anak-anak maupun orang dewasa semuanya dibantai secara keji jika berlawanan dengan mereka dalam artian tidak sepaham dengan ajaran mereka. Kelompok atau aliran ini yang berlatarbelakang Islam ini mempunyai tujuan yang sangat menggetkan dunia Yaitu menjadikan sebuah Negara Islam di belahan dunia Timur Tngah dan terutama di Negara Irak dan Suriah. Kelompok ini dinamakan ISIS (Islamic States Of Iraq And Syria) atau dapat di artikan dalam bahasa Indonesia “Negara Islam Irak dan Suriah. Dan juga kelompok ini berdiri disebabakan karena adanya gejolak yang melanda Negara mereka baik itu di Irak maupun di Suriah.
Kelompok gerilyawan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) belakangan ini makin menghebohkan umat Islam di seluruh dunia, karena disebut-sebut bakal menghancurkan Kabah. Siapa sebenarnya ISIS itu? Kapan kelompok ini berdiri, apa tujuan mereka sebenarnya? Banyak pertanyaan mengenai eksistensi ISIS.Gerilyawan ISIS dengan cepat menguasai sebagian wilayah Irak dan Suriah. ISIS merupakan negara baru yang dideklarasikan oleh Abu Bakar al-Baghdady pada tanggal 9 April 2013, menyusul terjadinya perang saudara di Irak dan Suriah. Tentu saja proklamasi kemerdekaan ini masih bersifat sepihak, dimana Pemerintah Suriah dan Pemerintah Irak tak merestuinya. Begitu pula Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sama sekali belum mengakuinya sebagai negara yang berdaulat. Ada yang menyebutnya Islamic State in Iraq and the Levant (ISIL), Islamic State in Iraq and Syria (ISIS), dan ada juga yang menyebutnya Islamic State in Iraq and al-Shām (juga disingkat ISIS). menerjemahkannya sebagai Negara Islam Irak dan Suriah.
Meski secara de jure belum diakui negara-negara lain, faktanya ISIS telah menguasai wilayah seluas 400.000 km2, yang meliputi wilayah di Irak dan Suriah. Untuk sementara, Kota Raqqah yang berada di Suriah ditetapkan sebagai ibu kota negara.”[1]
B.     SEJARAH BERIDIRINYA ISIS
ISIS ISIS (Islamic States Of Iraq And Syria / Islamic States  Iraq And Al-Sham) terbentuk dari gejolak dalam negeri di Irak dan Suriah. Diawali pada tanggal 18 Maret 2003, ketika Pasukan Multinasional pimpinan Amerika Serikat menyerang Irak karena dianggap membuat senjata pemusnah masal (meski akhirnya tidak terbukti).
Pasukan Irak pimpinan Presiden (saat itu) Saddam Hussein dengan mudah dikalahkan Tentara Koalisi Internasional pimpinan AS. Tetapi rakyat Irak yang terhimpun dalam beberapa kelompok gerilyawan memilih bertahan. Mereka bahkan melakukan perang gerilya untuk mempertahankan negerinya dari invasi pasukan asing.
Dua tahun berselang, tepatnya pada tanggal 15 Agustus 2005, kelompok pejuang mempersatukan diri dan membentuk Majelis Syura Mujahidin. Berawal dari Majelis Syura Mujahidin inilah akhirnya dideklarasikan Negara Islam Irak pada tanggal 13 Oktober 2006, dan mengangkat Abu Umar al-Baghdady sebagai emir atau pemimpinnya.
Abu Umar kemudian meninggal dalam pertempuran, dan posisi emir digantikan oleh Abu Bakar al-Baghdady sejak 15 Mei 2010. Saat itu bersamaan dengan terjadinya revolusi di sejumlah negara di Jazirah Arab, termasuk beberapa negara di Afrika Utara seperti Mesir, Tunisia, dan Libya.
Suriah sebenarnya juga dilanda demonstrasi besar-besaran guna menurunkan Presiden Bashar Assad, namun upaya itu disambut dengan aksi kekerasan oleh Tentara Suriah. Akibatnya, rakyat Suriah pun melakukan perlawaan melalui kelompok-kelompok bersenjata.
Kelompok-kelompok ini mendapat bantuan dari para pejuang di luar negeri, termasuk dari Negara Islam Irak. Kelompok pejuang rakyat Suriah akhirnya mampu membebaskan beberapa kota termasuk wilayah perbatasan dengan Irak, sehingga menyatulah beberapa kota di Irak dan Suriah di bawah kendali Negara Islam Irak.
Fakta inilah yang mengilhami pendeklarasian Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) pada 9 April 2013 dengan pemimpin tetap Abu Bakar Al-Baghdady.
Hingga Maret 2014, wilayah yang dikuasai ISIS meliputi 400.000 km2 di dua negara tersebut, atau lebih luas dari beberapa negara Arab seperti Qatar, Emirat Arab, Bahrain, Yaman, dan Lebanon.
Jadi Semuanya bermula dari invasi Amerika Serikat dengan sejumlah negara yang mengikutinya (Sekutu) ke Irak di tahun 2003. Ketika itu Irak masih dibawah kendali Saddam Husain. Tujuan yang digembar gemborkan adalah mencari senjata pemusnah massal, tetapi tentu saja tujuan utamanya adalah penguasaan minyak dan menurunkan Saddam Husain. Terbukti  akhirnya senjata pemusnah massal tidak terdapat di Irak karena memang isu ini hanya digunakan untuk pemancing agar AS dapat menginvasi Irak. Hal ini membuat rakyat Irak bangkit dan berjuang membebaskan diri dari penjajahan AS dengan berbagai kelompok pejuang. Yang lebih menyakitkan rakyat Irak adalah selanjutnya AS malah membuat pemerintahan boneka yang di kuasai oleh minoritas di Irak yaitu Syiah. sementara 80% penduduk Irak adalah Sunni. Terlebih pemerintah boneka ini berlaku keras dan kejam terhadap para pejuang yang merupakan rakyat Irak sendiri.”[2]

JAKARTA, KOMPAS.COM — Sekelompok desainer, jurnalis, musisi, animator, dan programer yang menyebut diri Kurz Gesagt mencoba menjelaskan secara ringkas sejarah terbentuknya Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dalam sebuah videografis berdurasi 4 menit. Kurz Gesagt merupakan istilah bahasa Jerman yang bisa diterjemahkan sebagai "memperpendek cerita panjang".
Videografis Kurz Gesagt memulai kisah ISIS pada tahun 2003. Tahun itu, AS menginvasi Irak karena negara itu dituduh terkait dengan kegiatan terorisme dan punya senjata pemusnah massal. Ketika itu, Saddam Hussein adalah penguasa Irak. Saddam merupakan bagian dari golongan minoritas Sunni (sekitar 20 persen dari populasi) yang merepresi mayoritas Syiah (63 persen dari populasi.
AS menaklukkan Irak dengan cepat. Namun, AS tidak punya rencana untuk Irak. Sejak itu, kaum mayoritas Syiah mengambil alih kekuasaan dan pada gilirannya merepresi golongan Sunni. Tentu saja kalangan Sunni tidak diam saja. Pemberontakan kalangan Sunni mulai muncul. Kelompok teroris seperti Al Qaeda masuk ke Irak dan kelompok-kelompok pemberontak lokal yang terdiri dari kalangan minoritas Sunni mulai bertempur melawan tentara AS. Irak pun jatuh dalam perang saudara berdarah tahun 2006. Sejak itu, warga Irak terbelah berdasarkan agama, Sunni yang umumnya tinggal di utara dan Syiah yang umumnya di selatan.
Jadi dalam sebuah ironi tragis sejarah, invasi AS justru melahirkan kaum teroris yang pada awal hendak disingkirkan AS. Kini, Irak malah menjadi lokasi sempurna pelatihan terorisme.
Kurz Gesagt mengatakan, guna memahami konflik yang rumit itu dengan lebih baik, orang perlu memahami hubungan di antara dua aliran utama dalam Islam, yaitu Syiah dan Sunni. Sunni mencakup sekitar 80 persen dari total jumlah umat Muslim dunia dan Syiah sekitar 20 persen. Kelompok-kelompok garis keras di kedua aliran itu tidak saling menyukai.
Arab Saudi dan Iran merupakan dua pemain penting dalam Sunni dan Syiah. Kedua negara itu tidak punya pemisahan antara agama dan negara, masalah dalam negeri dan uang yang banyak dari minyak. Kedua negara menyokong kelompok-kelompok yang bertempur melawan kelompok lain yang berbeda orientasi agama. Salah satu organisasi teroris yang disokong Saudi adalah Negara Islam Irak (ISI).
Tahun 2010, Arab Spring pecah dan mengubah situasi di Timur Tengah. Namun, di Suriah, diktator Bashar Al Assad yang berasal dari kalangan Syiah tidak berpikir akan mundur dari jabatannya. Perang sudara pun terjadi. Tentara Assad membunuh rakyat mereka sendiri. Semakin lama perang itu berlangsung, semakin banyak kelompok-kelompok milisi asing bergabung dalam peperangan itu. Kebanyakan dari mereka datang karena alasan agama. Mereka bertujuan dapat mendirikan sebuah negara Islam di kawasan itu.
Salah satu dari kelompok itu adalah ISI, yang sekarang menjadi Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Mereka sudah berperang di Irak selama beberapa tahun dan punya ribuan tentara yang terlatih baik dan fanatik. Mereka telah menguasai Irak utara dan sangat berhasrat untuk mendirikan negara berdasarkan agama yang mereka kelola sendiri. Kedatangan mereka mengubah perang di Suriah ke situasi yang tidak pernah diduga orang sebelumnya. ISIS sangat brutal dan radikal sehingga kelompok itu segara terlibat peperangan dengan hampir semua faksi lainnya dalam kalangan pemberontak Suriah. Mereka menyerang dan membunuh anggota kelompok teroris lainnya. Di wilayah yang dikuasai, mereka mendirikan negara Islam dengan aturan yang sangat keras, bahkan jika dibandingkan dengan Al Qaeda. Arab Saudi pun terkejut dan menarik dukungannya.”[3]

C.   TUJUAN ISIS
Mantuan Duta Besar RI untuk Qatar, Abdul Wahid Maktub menegaskan tujuan terbentuknya ISIS (Islamic States Of Iraq And Syria) yang sesungguhnya adalah untuk mengembalikan kekuasaan pemerintah Iraq ke tangan pendukung mantan Presiden Iraq, Saddam Hussein yang digulingkan oleh Amerika Serikat waktu itu. Dan saat ini ISIS merupakan para militant yang ingin menggulingkan Peradana Menteri Iraq saat ini Nuri al-Maliki.
            Gerakan ISIS menganut paham Sunni tidak bisa menerima kepemimpinan Iraq yang berpaham Syiah.  Profil dan cirri-ciri gerakan ISIS yang sangat radikal ini sangat mirip dengan profil dan cirri-ciri dari Saddam Hussein.
            Abdul Wahid Propaganda ISIS membentuk Khilafah di seluruh dunia sengajah digembar-gembor oleh AS dan sekutu-sekutunya untuk mempertahankan pemerintahan Perdana Menteri Nuri al-Maliki. Karena tujuan sesungguhnya ISIS adalah merebut pemerintahan Iraq dari rezim PM Nuri al-Maliki, isu ini jelas dibesar-besarkan oleh AS dan sekutunya karena ISIS telah mengusai kota terbesar kedua di Iraq, Mosul, yang sangat kaya minyak.
[4]Adapun target ISIS sesunggunya, tegas oleh Abdul Wahid, ialah menjadikan kholifah mereka, Abu Bakar al-Baghdadi, untuk menjadi peminpin Iraq pengganti PM Nuri al-Maliki. ISIS menganggap kekuasaan pemerintah saat ini tidak sah karena itu dicapai dengan bantuan AS dan menggulingkan mantan Presiden Iraq, Saddam Hussein.
D.   Wilayah kekuasaan ISIS
Daerah kekuasaan ISIS terbagi menjadi 16 wilayah administrasi, dengan rincian sebagai berikut:
1. Daerah kekuasaan ISIS di Irak:
  • Wilayah Selatan
  • Wilayah Diyala
  • Wilayah Baghdad
  • Wilayah Kirkuk
  • Wilayah Salahuddin
  • Wilayah Anbar
  • Wilayah Ninewa
2. Daerah kekuasaan ISIS di Suriah:
  • Wilayah Al Barakah (Hasaka)
  • Wilayah Al Kheir (Deir al Zour)
  • Wilayah Al Raqqah
  • Wilayah Al Badiya
  • Wilayah Halab (Aleppo)
  • Wilayah Idlib
  • Wilayah Hama
  • Wilayah Damaskus
  • Wilayah Pesisir (Al Sahel)
ISIS mendirikan lembaga khusus yang membawahi berbagai aktivitas negara terkait pelayanan publik. Lembaga ini disebut Al Idaaroh Al Islaamiyyah lil Khidmati al ‘Aammah atau Administrasi Islami untuk Pelayanan Publik, yang dipimpin Abu Jihad asy Syami selaku direktur.
Kantor Al Idaaroh Al Islamiyyah menyediakan semua kebutuhan mendasar bagi warganya (sandang dan pangan), maupun kebutuhan umum lainnya seperti air, listrik , fasilitas umum, jalur komunikasi, sampai transportasi umum.
Tarif dasar listrik dan tarif internet pun sangat murah.Kini, cabang-cabang Al Idarooh Al Islamiyyah sudah ada di hampir seluruh wilayah kekuasaan ISIS, termasuk di Suriah Utara yang menjadi basis terkuat ISIS selama ini.
Kota-kota yang dikuasai ISIS di Irak relatif stabil. Apalagi setelah ISIS mampu mengambilalih sejumlah kota penting di Irak, seperti Mosul di Tikrit. Ironisnya, tentara Irak malah tak berdaya mengamankan Mosul, mereka justru meninggalkan kota itu saat serangan ISIS dimulai.
Sebelumnya, ISIS telah menyerbu Kota Fallujah dan menguasai wilayah cukup luas di tepi Aleppo di Suriah barat. Dalam bertempur, ISIS menggunakan taktik brutal yang ekstrem, terutama setelah komandan perang dipegang pemimpin Al-Qaeda, Ayman al-Zawahiri.
Karena menguasai kota-kota di kedua sisi perbatasan Suriah-Irak, pasukan ISIS dengan cepat mampu memindahkan senjata yang disita dari Mosul ke Suriah. Senjata-senjata, termasuk humvee, senapan, rudal, dan amunisi, jelas menambah kemampuan tempur gerilyawan ISIS.
Sebaliknya, kota-kota yang dikuasai ISIS di Suriah tetap bergolak. ISIS mendapat perlawanan dari kelompok pejuang Syuriah lainnya seperti Jabhat An Nusrah, Jabhah Islamiyah, Ahrar AS Syam, dan lain-lain.
Untuk meredakan konflik antarkelompok pejuang Suriah, para ulama yang dianggap netral kemudian menggelar inisiatif untuk membentuk Mahkamah Syariah. Tetapi inisiatif ini ditolak ISIS. Bahkan ISIS menganggap kaum yang berseberangan dengannya sebagai takfiri alias kafir. Sebaliknya, pejuang di Suriah menganggap ISIS sebagai kelompok khawarij.
Akibatnya, para ulama membagi konflik di Suriah menjadi 3 pertentangan aliran, yaitu Syiah (kubu Presiden Bashar Assad), kelompok khawarij (ISIS), dan kelompok ahlussunnah waljamaah (kelompok pejuang Syuriah seperti Jabhat An Nusra, Ahrar As Syam, dan Jabhah Islamiyah).”[5]
E.     Ideologi dan kepercayaan.
ISIS adalah kelompok ekstremis yang mengikuti ideologi garis keras Al-Qaidah dan menyimpang dari prinsip-prinsip jihad. Seperti al-Qaeda dan banyak kelompok jihad modern lainnya, ISIS muncul dari ideologi Ikhwanul Muslimin, kelompok Islam pertama di dunia pada tahun 1920-an di Mesir. ISIS mengikuti ekstrim anti-Barat yang menurutnya sebagai penafsiran Islam, mempromosikan kekerasan agama dan menganggap mereka yang tidak setuju dengan tafsirannya sebagai kafir dan murtad. Secara bersamaan, ISIS (sekarang IS) bertujuan untuk mendirikan negara Islam Salafi yang berorientasi di Irak, Suriah dan bagian lain dari Syam.[19]
Ideologi ISIS berasal dari cabang Islam modern yang bertujuan untuk kembali ke masa-masa awal Islam, menolak "inovasi" dalam agama yang mereka percaya telah "korup" dari semangat aslinya. Mengutuk kekhalifahan terakhir dan kekaisaran Ottoman karena menyimpang dari apa yang mereka sebut sebagai Islam murni dan karenanya telah berusaha untuk membangun kekhalifahan sendiri. Namun, ada beberapa komentator Sunni, Zaid Hamid, misalnya, dan bahkan Salafi dan mufti jihad seperti Adnan al-Aroor dan Abu Basir al-Tartusi, yang mengatakan bahwa ISIS dan kelompok teroris yang terkait tidak mempresentasikan Sunni sama sekali, tapi menuduh Khawarij bidah yang melayani agenda kekaisaran anti-Islam.
Salafi seperti ISIS percaya bahwa hanya otoritas yang sah dapat melakukan kepemimpinan jihad, dan bahwa prioritas pertama atas pertempuran di daerah lain, seperti berperang melawan negara-negara non-Muslim, adalah sebagai pemurnian masyarakat Islam. Misalnya, ketika memandang konflik Israel-Palestina, karena ISIS menganggap kelompok Sunni Palestina Hamas sebagai murtad yang tidak memiliki kewenangan yang sah untuk memimpin jihad, mereka anggap melawan Hamas sebagai langkah pertama sebelum menuju konfrontasi dengan Israel.[6]
F.    REFLEKSI TEOLOGIS
Ketika melihat dengan teliti apa yang telah disampaikan di atas tentang sejarah ISIS serta apa dan bagaimana ISIS itu, cara-cara, serta ideologynya.  Ternyata apa yang dilakukan oleh ISIS serta tujuannya yaitu untuk menjadikan Negara Islam di Timur Tengah khususnya mengembalikan rezim Saddam Hussein pada rakyat Iraq dengan cara-cara kekerasan yang dipakai oleh mereka.
Dari hal itu maka, ketika kita mengaitkan dengan kehidupan. Secara Teologis khususnya pandang tentang teologis Kristen Protestan yaitu bahwa hidup itu sangatlah penting bagi kita sebagaimana disampaiakan dalam Alkitab :
Ø  Pandangan Perjanjian Lama
Dalam Kejadian 7:21 dan Mazmur 69:35, para penulis kitab melihat bahwa hidup manusia adalah pemberian Allah dan pemberian Allah itu sungguh besar, karena Allah menciptakan manusia secitra atau segambar dengan Allah sendiri (Kej 1:26). Selain itu, umat Perjanjian Lama mengakui bahwa Allah itu adalah Allah yang hidup. Hal ini tampak dalam panggilan Musa. Allah memperkenalkan diri-Nya sebagai Allah yang hidup, Allah Abraham, Ishak, dan Allah Yakub (Kel 2:23-4:17, Bil 14:21.28, bandingkan dengan 1Sam 14:39).

Ø  Pandangan Perjanjian Baru
Hidup itu ada karena Allah memberikan Roh kehidupan. Dalam Injil Lukas dikatakan bahwa Rohlah yang memberikan hidup dan bukan hanya di dunia ini tetapi hingga akhir zaman (Luk 9:25). Roh yang memberikan hidup tampak jelas dalam Injil mengenai kanak-kanak Yesus. Roh Kudus turun atas Maria dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaunginya. (Luk 1:41; Mat 1:20; Yoh 1:1-18). Hidup juga mempunyai fungsi sosial, yaitu penyerahan hidup untuk kepentingan bersama. Yesus mengajarkan, “Kasihanilah seorang akan yang lain” (Yoh 15:17) dan Paulus menekankan hidup sebagai upaya hidup bersama (1Tim 2:2). Sementara surat pertama Yohanes menguatkan pandangan yang sama. Perjanjian Baru sungguh mau meneruskan Perjanjian Lama dengan sudut pandang yang baru bahwa hidup manusia bergantung kepada Allah. Manusia tidak dapat memperpanjang atau memperpendek hidupnya (Mat 6:25; Luk 12:25; Yoh 4:15), hidup juga berarti sehat dan sembuh (Yoh 4:50), dan orang yang bersatu dengan Yesus memperoleh kehidupan (Mrk 8:35; Yoh 12:25; 1Yoh 3:16; 2Kor 12:15; Flp 2:30; dan Why 12:11).”
Tak ada orang yang mempunyai hak moral untuk membunuh manusia tak bersalah. Kata Alkitab, “Jangan membunuh” (Kel. 20:30). “dan seorang pun tidak ada yang dapat melepaskan dari tangan-Ku” (Ul. 32:29). Ayub mengatakan, ”Tuhan memberi, Tuhan yang mengambil” (Ayb. 1:21) dan Dia saja yang berhak mengambilnya (Ibr 9:27). Kesalahan ISIS adalah memainkan peranan sebagai Allah dan bukan manusia. Bahkan Alkitab mengatakan bahwa kita bukanlah pencipta hidup kita. Jadi hidup kita bukanlah milik kita (Kis.14:17;17:24-25)
Dari hal-hal itu maka, untuk mempertahan hidup diperlukanlah kedamain, sebagaimana yang tertulis dalam kitab Injil Matius 5 :9 “Berbahagialah orang yang membawa damai, kerena mereka akan disebut anak-anak Allah. Serta apa yang disebut dalam hukum kasih dalam Matius 22:39 (kasihilah sesama manusia seperti dirimu sendiri. Oleh karena itu segalah macam bentuk kekerasan tidak bisa di benarkan.

DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Negara_Islam_Irak_dan_Syam
Http://m.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/14/08/05/n9so29-benarkah-isis-ingin-mewujudkan-khalifah. 21-11-2014
Http://simomot.com/category/gambar-dan-video/kartun/



[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Negara_Islam_Irak_dan_Syam

[4] Http://m.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/14/08/05/n9so29-benarkah-isis-ingin-mewujudkan-khalifah. 21-11-2014

[5] Http://simomot.com/category/gambar-dan-video/kartun/
[6] http://id.wikipedia.org/wiki/Negara_Islam_Irak_dan_Syam