Kamis, 26 Maret 2015

2 Timotius 2:1-13 Panggilan Untuk Ikut Menderita

A.   Latar Belakang singkat Surat Paulus kepada Timotius.
Pada perjalanan penginjilan pertama Markus  Yohanes  meninggalkan Paulus, tetapi ia mendapatkan Timotius sebagai pengganti yang cakap, setelah bertahun-tahun, hubungan paulus dan timotius menjadi seperti seorang ayah dan anak karena mereka teman sekerja untuk membawa kabar Injil kepada dunia. Namun saat itu Paulus sorang diri dalam penjara Romawi yang kers dan dingin. Ketika Paulus menunggu hukuman mati atas dirinya ia mempergunkan kesempatan ini untuk menulis suratnya yang mungkin merupakan surat yang terakhir untuk ditulis.” [1]
Timotius  adalah anak seorang wanita Kristen Yahudi dan ayahnya bukan Yahudi dari Listra. Kemungkinan Timotius ini menjadi Kristen karena pengaruh Paulus.  Dalam tugas ini ia di kirim untuk mengunjungi jemaat-jemaat di Tesalonika, Filipi, dan Korintus. Menurut tradisi gereja Timotius belakangan menjadi Uskup di Efesus.”[2]
Efesus adalah tempat kerja Timotius, sejak dahulu kota yang penting ini mula-mula merupakan koloni Yunani, yakni tempat tinggal orang-orang Yunani dalam Perantauan, pusat perniagaan mereka. Kota ini merupakan kota yang termasyur di Asia kecil, kota penghubung dunia Barat dan Timur. Pusat kebaktian ialah kuil dewi kesuburan : “Ibu Agung” mula-mula inilah dewi Asia barat, yang kemudian masuk ke dalam agama Eropa: Nama Yunaninya Artemis, nama Latinya Diana. Di samping perniagaan , pusat berhala ini pun mendatangkan banyak kekayaan pada kota itu: uang nazar dan persembahan mengalir ke sana dari berbagai penjuru dunia; orang yang mebeli jimat. (kis 19:27 Kuil Artemis adalah pekerjaan Demetrius dan teman-temannya) yang mencari tahu untung malangnya dari juru sihir (orang yang melakukan sihir), orang sakit yang mencari kesembuhan, pendapatan pelacur “bakti”: dan semua ini mendatangkan kekayaan”.[3]

B.   2 Timotius 2:1-13. (Reader Respons)
Ini merupakan himbauan dari Paulus kepada Timotius untuk berjuang dengan tekun, karena yang akan menerima mahkota kemenangan adalah dia yang berjuang dengan setia. Konflik demikian melahirkan penderitaan, tetapi penderitaan yang membawa  keselamatan. Hal ini digaris bawahi oleh kata-kata sebuah nyanyian. Perjuangan ini harus ditempuh dengan baik khususnya sehubungan dengan para penyesat (pasal selanjutnya).”[4]
Dai hal di atas maka pertanyaannya adalah mengapa Timotius harus ikut menderita seperti Yesus Kristus untuk memberitakan Injil Kerajaan Allah ?. menurut Kazoh Kitamori “hakikat Allah adalah Penderitaan”.
Sebelum melihat perikop ini secara khusus saya mencoba melihat terlebih dahulu gaya hidup Yesus dan Paulus yaitu mereka tahu apa konsekuensi ketika mengajarkan sesuatu yang benar sementara harus berhadapkan dengan orang-orang yang dengan konsep kebenarannya yang berbeda, maka resikonya adalah menderita dan mati. Paulus mengetahui konsekuansi penderitaan itu. Sehingga pada ayat 1 ini merupakan kata untuk menyemangati untuk jadilah kuat oleh kasih Karunia dalam Yesus Kristus sedangkan ayat 2-7 dan khususnya ayat 3 Paulus menguraikan gambaran tentang seorang prajurit yang melayani dengan penuh pengabdian demi menyenangkan komandannya. Melalui gambaran tersebut, Paulus ingin agar Timotius mengetahui alasan utamanya dalam melayani Allah, bahkan dalam suatu kondisi yang sulit sekalipun. Pengabdian sepenuh hati yang ditandai dengan kerja keras dan perhatian terhadap ketetapan Allah, membawa kemuliaan terbesar bagi Tuhan apabila pengabdian itu berasal dari hati yang berserah dan penuh kasih dan juga pada ayat-ayat setelah ayat 3 ini yaitu ayat 5 gambaran seorang olahragawan yang bertanding dengan mengikuti ataruran aturan pertandingan untuk mendapatkan hasil yang baik dan dalam ayat 6 Paulus memakai gambaran seorang petani yang “bagi kami” yaitu bahwa gambaran ini menunjukan sebuah keraguan Paulus kepada Timotius tentang apakah Tomotius siap untuk menderita dalam menjalankan tugas pekebaran untuk mewartakan Kabar Baik? Berkaitan dengan keraguan Paulus ini yang walaupun tidak dituliskan secara nyata dalam surat ini tetapi kami dapat melihat dari perbandingan dari ayat 3 - 5 yang berisi tentang baigaiaman Paulus member contoh untuk harus kuat dan bagaimana cara untuk bekerja. Hal ini juga merupakan bagian bagaimana cara harus percaya dan bagaimana harus mengajar serta ajakan untuk menanggung konsekuensi dalam menjalankan kepercayaan dan mengajarkan tentang kepercayaan itu dan cara-cara untuk berjuang atau mengabarkan Firman haruslah untuk tidak pernah memikirkan dirinya sendiri tetapi berfokus pada apa yang diberitakan. Ini adalah harapan dari Paulus untuk Timotius dan mengandung juga kata-kata penguatan dan janji untuk menderita yaitu dalam ayat 7 bahwa Tuhan akan memberi kepadamu pengertian dalam segala sesuatu. Hal ini diibaratkan seperti pepatah “berakit-rakit kehulu berenang-renang ketepian, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian” (menunjuk dunia dan kehidupan kekal).  Dalam ayat-ayat selanjutnya dalam ayat 8-10 Paulus mau menunjukan inti pengabarannya kepada Timotius bahwa karena Yesus lewat kebangkitan-Nya itulah yang diberitakan dalam apa yang disebut Injil dan karena itu juga maka harus menderita malah akan diberlakukan layaknya seperti seorang penjahat, disiksa dibelenggu bahwa dihukum mati namun bagi Paulus Firman Tuhan tidak dapat terbelenggu. Karena Firman Tuhan inilah Paulus mengharapkan Timotius untuk sabar seperti dia bagi orang-orang pilihan Allah supaya keselamatan bisa dirasakan secara menyeluruh di dalam Kristus Yesus dengan kemuliaan yang kekal.
Ayat 11-13. Ada sumber yang lain yang mengatakan bahwa ini adalah sebuah nyanyian. Namun jelas bahwa ayat 12 Paulus mengutip kata Yesus kepada murid-murid menyangkut penyangkalan diri. Namun di sini kami melihat bukan sebagai nyanyian dan juga bukan sebagai kutipan. Yang kami lihat yaitu sebagai sebuah penguatan untuk hidup, sebuah bentuk ketekunan untuk mengikut Dia, sebuah bentuk peringatan  untuk tetap setia, dan sebuah bentuk perbedaan bahwa kita kurang setia tetapi Allah di dalam Yesus Kristus tetap setia.
Dalam tradisi iman Perjanjian Baru mencatat bahwa penderitaan Allah dan kasihnya itu diwujudkan oleh Yesus Kristus, atau juga dengan memandang kapada Yesus yang tersalib itu kita dapat merasakan kedalaman kasih Allah yang luar biasa (Yoh.3:16. Dari situ juga kita boleh Allah yang berpkerkara dengan dunia manusia yang telah dikuasai oleh dosa sebagai Allah yang menderita.
Maka melalui Yesus Kristus yang tersalib itu nyata bahwa Allah dalam kasih-Nya bahwa Ia mematikan diri-Nya manusia hidup, Ia menolak diri-Nya agar manusia dipersatukan, dengan demikian ketika kita melihat salib Kristus disana sedang terjadi Allah Bapa sedang menanggung derita dan kematian Putra-Nya, merasakan kasakitan dan penderitaan manusia yang dirundung dosa dan derita.
Dengan cara tersaliblah dalam artian kasih-derita-Allah yang melaui wujud Yesus Kristus yang tersalib itu adalah cara Allah untuk merangkul dan menyatakan rasa solidaritas-Nya kepada manusia yang berdosa.
Dalam kaitan dengan konteks dalam teks paulus kepada Timotius ini dengan tujuan sebagaimana hal di atas yakni bahwa Allah di dalam Yesus Kristus telah tersalib demi menyatakan kasih-Nya pada kita. Lalu Paulus menyampaikan hal itu kapada Timotius untuk seharusnya mampu melakukan sebagaimana yang Yesus dan Paulus pernah lakukan hidup menderita demi Firman Tuhan. Konteks kita dalam penderitaan telah berbeda dengan konteks Paulus kepada Timotius dimana kehidupan sekarang ini ketika berbicara penderitaan maka kita akan dihadapkan dalam berbagai aspek penderitaan baik itu politik, sosial, ekonomi, budaya, agama,dll. Yang mana dari masing-masing tersebut mengandung unsur penderitaan di dalamnya. Dengan melihat nasihat dari Paulus kepada Timotius maka kita perlu untuk belajar menghadapi hal-hal itu.
Kaitan dengan itu juga dalam konteks penderitaan yang perna dialami oleh penulis di pulau Halmahera yang mana konflik horisontal itu terjadi (Kerusuhan Maluku Utara) sebenarnya hal ini sangat berat untuk penulis sampaikan atau mengungkapkannya lagi, karena bagi penulis mengingatnya saja masih terasa sakit. Konflik horisontal yang terjadi itu merupakan bagian dari mempertahankan nama dan kepercayaan kepada Yesus Kristus, memang ada unsur politik dalam konflik tersebut tetapi justru kehidupan antar umat beraagama yang menjadi korban politik tersebut.
Dalam kondisi konflik horisontal itu banyak korban yang berjatuhan yang juga sempat dilihat langsung dan disaksikan, baik itu korban jiwa, maupun korban dalam rupa materi. Situasi saat itu menunjukan hidup orang percaya mengalami penderitaan batin yang luar biasa karena ketika perang meletus bunyi tembakan dan bunyi bom tampa henti rumah Tuhan hancur disertai rumah umat Tuhan pun hancur, banyak saudara-saudara yang menjadi korban dalam perang tersebut hal ini dialami langsung oleh penulis. Setelah itu semua terjadi kehidupan sebagian umat hidup dalam pengunsian yang kurang lebih 2-3 tahun lamanya bahkan ada yang hingga saat ini tidak kembali lagi ke kampung halaman mereka.
Semoga kita semua mampu mempertahankan iman percaya kita kepada Allah dalam Yesus Kristus walaupun berbagai macam bentuk penderitaan yang datang tampa diduga.

C.   Penutup
Pada bagian penutup ini kami tidak akan memberi sebuah kesimpulan tetapi kami coba kembali untuk menggumuli apa yang menjadi perdepatan pada diskusi-diskusi kelas yang lalu tentang permasalahan keberatan tentang keasliahan surat Paulus kepada Timotius ini. keberatan terhadap keaslian Surat  Penggembalaan ini hanyalah suatu gejala modern, yang bertentangan dengan bukti – bukti yang kuat yang berasal dari gereja perdana. Keberatan – keberatan itu mulai dengan serangan Schleiermarcher atas keaslian 1 Timotius yang kemudian dikembangkan oleh orang lain,  Alasannya ialah empat masalah utama, yang ditekankan secara berbeda – beda; yaitu:
a.   Masalah historis.  suasana sejarah dari Surat – surat Penggembalaan tak dapat dimasukkan ke dalam kerangka Kisah Para Rasul, dan kebutuhan yang konsekuen untuk menduga bahwa Rasul Paulus dibebaskan dari penjara, telah mendorong beberapa orang untuk mengemukakan teori – teori lain. Menurut mereka, semua singgungan pribbadi merupakan temuan belaka dari seorang penulis yang bukan Rasul Paulus, atau beberapa di antara temuan itu merupakan catatan asli yang dimasukkanoleh seorang penulis yang bukan Rasul Paulus ke dalam karya tulisnya. Namun, hal ini pada dirinya menimbulkan kecurigaan, bahwa teori mereka tak mungkin benar. Tambahan lagi, sukar sekali memikirkan adanya seorang penulis yang bukan Rasul Paulus, yang mampu membuat catatan – catatan pribadi yang begitu meyakinkan seperti teracu dalam Surat – surat ini. Akhirnya, teori – teori seperti itu tak perlu jika tetap dipertahankan pendapat yang memang masuk akal, bahwa Rasul Paulus dibebaskan dari penjara di Roma.

b.   Masalah gereja. Pernah dikatakan bahwa keadaan gereja dalam Surat – surat ini mencerminkan keadaan abad 2 M, dan karena itu tak mungkin Surat – surat ini ditulis oleh Rasul Paulus. Sayang pandangan ini didasarkan pada dua alasan yang tidak benar, yakni: bahwa apa yang ditentang dalam Surat – surat ini ialah Gnostisisme abad 2 M, dan bahwa organisasi gereja dalamnya terlalu jauh berkembang untuk zaman Rasul Paulus.  Meningkatnya pengetahuan modern tentang Gnostisisme menunjukkan bahwa bidat itu jauh lebih dini berakar dari yang dianggap dulu, dan bahwa bentuk bidat yang ditentang dalam Sura– surat Penggembalaan ini sangat jauh bedanya daripada Gnostisime yang sudah berkembang. Mengenai organisasi gereja, jelas bahwa organisasi yang disebut dalam Surat – surat Penggembalaan lebih sederhana daripada organisasi pada zaman Ignatius. (lebih kurang 110 M), dan tidak menunjukkan dengan zaman Rasul Paulus.
c.  Masalah ajaran. Kealpaan ajaran khas Rasul Paulus seperti terdapat dalam Surat – suratnya yang lain, dan adanya ungkapan – ungkapan yang beku (misalnya ‘iman itu’ dan ‘perkataan sehat’) yang mengisyaratkan tahapan perkembangan saat ajaran Kristen sudah mencapai bentuk yang mantap, telah membuat beberapa ahli meragukan kepenulisan Rasul Paulus. Sayang mereka tidak menalar bahwa Surat – surat ini bersifat pribadi, bukan teologis, dan bahwa Timotius sudah mengetahui ajaran pokok Rasul Paulus, jadi tidak usah diingatkan lagi. Mengenai keberatan,  dapat dikatakan bahwa Rasul Paulus sebagai perintis penginjilan yang berpandangan jauh, mustahil tidak menyadari perlunya memelihara dan menjaga ajaran yang benar dalam bentuk yang dapat diingat, betapa segar dan hidup ucapan – ucapannya terdahulu dalam Surat – suratnya kepada jemaat – jemaat. Ketepatan istilah – istilah yang dia gunakan untuk tujuan ini harus diakui.
d. Masalah bahasa. Surat – surat Penggembalaan ini mengandung sekian banyak kata yang tidak digunakan dalam kitab mana pun dalam PB. Dan beberapa di antara kata – kata itu tidak terdapat dalam tulisan – tulisan Paulus lainnya. Ada pengamat yang mengatakan tanda – tanda itu membuktikan bahwa Surat – surat ini bukan dari Rasul Paulus, terutama oleh alpanya banyak kata ganti, kata depan dan kata – kata sederhana yang lazim digunakan oleh Rasul Paulus.”[5]

Pustaka
Buku :
1.   Alkitab Rainbow. Surat Paulus yang kedua kepada Timotius.
2.   Marxen Willi. Pengantar Perjanjian Baru. Jakarta : BPK-GM, 2009.
3.   Duyverman. M.E. Pembimbing ke dalam PB. Jakarta : BPK-GM, 2008.
Internet : https://apps.alkitab.co/renunganharian/illustration.php?index=I&topic=29


[1] Alkitab Rainbow. Surat Paulus yang kedua kepada Timotius.
[2] Willi Marxen. Pengantar Perjanjian Baru. Jakarta : BPK-GM, 2009. hlm:243-244.
[3] M.E. Duyverman. Pembimbing ke dalam PB. Jakarta : BPK-GM, 2008. Hlm : 152-153
[4] Willi Marxsen Pengantar PB………hlm :251

Tidak ada komentar:

Posting Komentar