Kamis, 26 Maret 2015

eutanasia..Tugas Rekayasa Genatika dan berteologi




TUGAS AKHIR MANDIRI
 

EUTANASIA




NAMA                         : Robert Wowor
MATA KULIAH         : Bioteknologi rekayasa genetika dan berteologi
DOSEN                      : DR.Ir. Ardi Kapahang, M.si
HARI/WAKTU          : Senin/15:00-17:00




UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA TOMOHON
YPTK GMIM
TOMOHON 2014

Pendahuluan.
Dari awal kita telahtahuai bersama menyengkut dengan perkembangan dunia tentang teknologi, dan ada berbagai macam bentuk dan kegunaan dari teknolgi tersebut. Namun dri sekian banyak teknologi itu di saat ini kita di kususkan untuk melihat teknologi di satu pihak di bidang kesehetan atau teknologi medis.
teknologi medis dewasa ini yang membuat banyak hal menyangkut dengan kebaikan kepada banyak umat manusia namun juga menakutkan bagi manusia. Di satu sisi teknologi seringkali menyelamatkan, namun di sisi lain kadang kala memberikan cara-cara yang menyebabakan banyak orang ketakutan.
Pembahasan tentang Eutanasia memaksa kita untuk membuat keputusan-keputusan antara atau mengenai pantas tidaknya kegunaan teknologi ini. Dan pada tahab yang lebih mendalam, pembahasan tentang eutanasia juga memaksa kita berhadapan dengan kelemahan keadaan manusia.
Banyak orang akan mengalami berbagai macam penyakit yang serius dan semuanya mungkin saja bisa mati, dan semua manusia pasti akan mati. Dalam pembahasan ini, oleh karena itu secara harafiah kita sedang manghadapi berbagai macam pertanyaan untuk hidup dan kematian. Maka , kiranya kan membantu kita jika kita memulai dengan pemahaman Kristiani tentang Eksistensi manusia.”[1]

1.    TERMINOLOGI DAN SEJARAH SINGKAT EUTANASIA
Eutanasia (Bahasa Yunani: ευθανασία -ευ, eu yang artinya "baik", dan θάνατος, thanatos yang berarti “kematian”) adalah praktik pencabutan kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan. Dari dua kata ini, "eu" (= baik) and "thanatos" (maut, kematian) apabila digabungkan berarti "kematian yang baik". Sedangkan Oxford English Dictionary mendefinisikan eutanasia adalah “kematian yang lembut dan nyaman, dilakukan terutama dalam kasus penyakit yang penuh penderitaan dan yang tak tersembuhkan.
Seorang penulis Yunani bernama Suctonius dalam bukunya vita ceaserum menjelaskan arti euthanasia sebagai “mati cepat tanpa derita”. Dan juga ; “Euthanasia adalah dengan sengaja tidak melakukan sesuatu (nalaten) untuk memperpanjang hidup seseorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk memperpendek atau mengakhiri hidup seorang pasien dan semua dilakukan khusus untuk kebaikan dan kepentingan pasien itu sendiri. Atau dengan istilah lain, eutanasia dilakukan semata-mata karena kasih kepada pasien yang menderita. Namun dalam sejarah kata eutanasia sebenarnya digunakan secara eufemistik, untuk melukiskan praktek-praktek dan motif-motif yang tidak banyak berkaitan dengan belas kasih, misalnya pembunuhan bayi-bayi dari zaman dulu sampai sekarang,secara khusus terhadap bayi-bayi yang cacat. Hippokrates pertama kali menggunakan istilah "eutanasia" ini, dalam sumpah Hippokrates yang ditulis pada masa 400-300 SM. Sumpah tersebut berbunyi: "Saya tidak akan menyarankan dan atau memberikan obat yang mematikan kepada siapapun meskipun telah dimintakan untuk itu". Dalam sejarah hukum Inggris yaitu common law sejak tahun 1300 hingga saat ini "bunuh diri " ataupun " membantu pelaksanaan bunuh diri" tidak diperbolehkan, demikian juga dengan di Indonesia. Namun ada beberapa negara yang mengizinkan atau melehalkan euthanasia.”[2]
2.    Jenis Eutanasia
Menurut jenisnya, euthanasia dapat ditinjau dari beberapa sudut.  Dilihat dari cara dilaksanakannya, euthanasia dapat dibedakan atas 2 bagian yakni:
1.      Euthanasia Pasif yaitu perbuatan yang menghentikan atau mencabut segala tindakan atau pengobatan yang perlu untuk mempertahankan kehidupan manusia.  Dalam hal ini, dokter atau tenaga medislainnya secara sengaja tidak lagi memberikan pengobatan demi memperpanjang kehidupan pasien, misalnya: dengan mencabut alat-alat yang digunakan untuk mempertahankan hidup, keluarga tidak lagi merawat pasien di RS.  Hal ini terjadi untuk pasien yang benar-benars udah terminal, dalam arti tidak bias disembuhkan lagi, dan segala upaya pengobatan sudah tidak berguna pula.Belakangan tidak lagi dianggap sebagai euthanasia. Umumnya kalangan dokter dan agamawan setuju, karena pasien meninggal karena penyakitnya, bukan karena usaha-usaha yang dilakukan manusia.
2.      Euthanasia Aktif yaitu perbuatan yang dilakukan secara medis melalui intervensi aktif oleh seorang dokter dengan tujuan untuk mengakhiri hidup manusia.  Euthanasia aktifini dibedakan dalam dua bagian:
a.      Euthanasia aktif langsung adalah dilakukannya tindakan medis secara terarah yang diperhitungkan akan mengakhiri hidup pasien, atau memperpendek hidup pasien dengan caramisalnya di suntikmati. Jenis euthanasia ini dikenal juga sebagai mercy killing.
b.      Euthanasia tidak langsung adalah dimana dokter atau tenaga kesehatan melakukan tindakan medis untuk meringankan penderitaan pasien, namun mengetahui adanya resiko tersebut dapat memperpendek atau mengakhiri hidup pasien.  Dokter hanya membantu pasien, misalnya dengan member resep obat yang mematikan dalam dosis besar.  Euthanasia ini biasanya disebut “bunuh diri berbantuan” atau “bunuh diri yang dibantu dokter” (tentu ini tidak berlaku bagi pasien yang untuk bergerak pun tidak bisa).
Ditinjau dari segi permintaan, euthanasia dapat dibedakan atas dua kategori:
1.      Euthanasia Voluntir atau euthanasia sukarela yaitu euthanasia yang dilakukan atas permintaan pasien secara sadar dan diminta berulang-ulang.
2.      Euthanasia involuntir adalah euthanasia yang dilakukan  pada pasien yang sudah tidak sadar, dan biasanya keluarga pasien yang meminta.”

3.     Pandangan Masyarakat Terhadap Euthanasia
 Geisler berkata bahwa perdebatan tentang euthanasia pada dasarnya merupakan suatu perselisihan tentang pandangan-pandangan dunia. Euthanasia memang merupakan tindakan yang masih menjadi perdebatan umum dikalangan masyarakat. Beberapa pandangan dalam masyarakat membuat perbedaan yang kontras akan masalah ini. Ada yang mendukung dan ada juga yang sama sekali menentangnya.
            Penganut utilitarianisme bisa jadi merupakan pendukung praktek euthanasia sebagai satu praktek yang wajar bagi mereka. Kaum utilitarian memegang Etika Teleologis yaitu suatu etika yang berpusat pada tujuan, oleh karena itu jika euthanasia (kematian) dianggap membawa kebahagiaan bagi orang tersebut, maka euthanasia adalah sesuatu yang tidak melanggar moral dan boleh dilakukan.
            Perbedaan pandangan yang terjadi di dalam masyarakat menjadi sebuah perselisihan panjang yang tidak pernah menemui ujungnya. Kaum pro euthanasia dan kaum sekuler ekstrim berpendapat bahwa euthanasia itu masuk akal dilakukan oleh manusia sebab mereka berpendapat bahwa manusia tidak diciptakan oleh Allah, manusia tidak memiliki nilai-nilai yang diberikan oleh Allah sehingga manusia  memiliki hak-nya sendiri untuk menentukan hidup dan matinya. Sementara itu di sisi bersebrangan ada kaum Kristen, Yahudi kristen, dan agama-agama Theistik lainnya yang berpendapat bahwa euthanasia dalam bentuk apapun juga merupakan tindakan yang tidak dapat diterima secara moral. Di pihak medis ternyata juga mempunyai pandangan tersendiri terhadap euthanasia, para dokter serta pihak medis yang lain menganggap bahwa  belas kasihan (compassion) terhadap manusia itu lebih diutamakan sehingga Tujuan dalam pemakaian fasilitas euthanasia ialah untuk mencetuskan belas kasihan secara praktis. Melihat penderitaan pasien yang semakin hari menunjukan kesakitannya walaupun obat-obatan penahan sakit sudah diberikan, sehingga membuat suatu rasa iba yang mendalam bagi pihak medis yang merawat dan akhirnya membuat mereka memikirkan euthanasia secara serius demi alasan belas kasihan.
            Akan tetapi benarkah bahwa alasan belas kasihan akan penderitaan, entah bagaimanapun parahnya dapat menghalalkan cara atau metode apapun untuk dilakukan? Hal inilah yang menjadi permasalahan sampai saat ini. Satu catatan penting di tuliskan oleh seorang ahli kedokteran bahwa belas kasihan memang hal yang terpenting tetapi tidak perlu bahkan tidak bisa mengesampingkan masalah hukum[9] sehingga menurut penulis, belas kasihan memang hal yang penting, akan tetapi harus mempertimbangkan aspek-aspek penting lainnya sehingga keputusan yang di ambil tidak bersifat afektif dan subjektif.”[3]

4.    Pandangan Kristen Tentang Eutanasia.
Pembicaraan mengenai eutanasia pasti erat hubungannya dengan hidup manusia. Permasalahannya ialah tidak hanya sekedar benar atau salah dan diperbolehkan atau tidaknya tindakan eutanasia ini, karena tindakan ini tidak mudah dicari solusinya. Apalagi dengan adanya pro dan kontra terhadap euthanasia
Menurut pandangan Kristiani, hidup adalah anugerah Allah. Oleh karena itu, hanya Allah Sang Sumber Hiduplah yang berkuasa atas hidup dan matinya seseorang. Manusia tidak mempunyai hak secara sengaja dan langsung menghentikan proses kehidupannya. Oleh karena itu, segala bentuk eutanasia langsung, baik aktif maupun pasif tidak dapat dibenarkan.
a.    Makna Kehidupan
Dalam praksis kehidupan, kita dituntut memberikan pelayanan rohani bagi orang sakit. Dukungan dan bantuan iman sangat berharga bagi penderita karena dapat menguatkan mereka untuk menerima kenyataan yang dihadapi dan mendukung mereka agar semakin mengalami karya keselamatan Allah. Maka, pemahaman yang baik tentang eutanasia ini dapat membantu kita untuk mengambil sikap yang tepat berdasarkan penilaian moral yang benar sesuai ajaran Gereja Katolik mengenai permasalahan hidup dan matinya seseorang.
Hidup manusia sangat bernilai dan perlu diperjuangkan terus-menerus demi keluhuran manusia itu sendiri. Hidup adalah milik Allah yang melimpahkan kasih karunia-Nya kepada manusia. Demikian pula dengan kematian manusia, sepenuhnya adalah milik Allah. Hidup manusia itu suci karena hidup tidak hanya dipandang untuk saat ini saja tetapi juga untuk hidup kekal. Lihatlah, betapa indahnya dan berharganya arti hidup ini apabila dikaitkan dengan kelahiran dan penciptaan. Manusia sebagai ciptaan Allah dipanggil dan dituntut memperjuangkan dan memelihara hidupnya, baik hidup sekarang maupun hidup yang akan datang.

Ø  Pandangan Perjanjian Lama
Dalam Kejadian 7:21 dan Mazmur 69:35, para penulis kitab melihat bahwa hidup manusia adalah pemberian Allah dan pemberian Allah itu sungguh besar, karena Allah menciptakan manusia secitra atau segambar dengan Allah sendiri (Kej 1:26). Selain itu, umat Perjanjian Lama mengakui bahwa Allah itu adalah Allah yang hidup. Hal ini tampak dalam panggilan Musa. Allah memperkenalkan diri-Nya sebagai Allah yang hidup, Allah Abraham, Ishak, dan Allah Yakub (Kel 2:23-4:17, Bil 14:21.28, bandingkan dengan 1Sam 14:39).

Ø  Pandangan Perjanjian Baru
Hidup itu ada karena Allah memberikan Roh kehidupan. Dalam Injil Lukas dikatakan bahwa Rohlah yang memberikan hidup dan bukan hanya di dunia ini tetapi hingga akhir zaman (Luk 9:25). Roh yang memberikan hidup tampak jelas dalam Injil mengenai kanak-kanak Yesus. Roh Kudus turun atas Maria dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaunginya. (Luk 1:41; Mat 1:20; Yoh 1:1-18). Hidup juga mempunyai fungsi sosial, yaitu penyerahan hidup untuk kepentingan bersama. Yesus mengajarkan, “Kasihanilah seorang akan yang lain” (Yoh 15:17) dan Paulus menekankan hidup sebagai upaya hidup bersama (1Tim 2:2). Sementara surat pertama Yohanes menguatkan pandangan yang sama. Perjanjian Baru sungguh mau meneruskan Perjanjian Lama dengan sudut pandang yang baru bahwa hidup manusia bergantung kepada Allah. Manusia tidak dapat memperpanjang atau memperpendek hidupnya (Mat 6:25; Luk 12:25; Yoh 4:15), hidup juga berarti sehat dan sembuh (Yoh 4:50), dan orang yang bersatu dengan Yesus memperoleh kehidupan (Mrk 8:35; Yoh 12:25; 1Yoh 3:16; 2Kor 12:15; Flp 2:30; dan Why 12:11).”[4]

5.    Penutup
Tak ada orang yang mempunyai hak moral untuk membunuh manusia tak bersalah. Kata Alkitab, “Jangan membunuh” (Kel. 20:30). “dan seorang pun tidak ada yang dapat melepaskan dari tangan-Ku” (Ul. 32:29). Ayub mengatakan, ”Tuhan memberi, Tuhan yang mengambil” (Ayb. 1:21) dan Dia saja yang berhak mengambilnya (Ibr 9:27). Kesalahan euthanasia aktif adalah memainkan peranan sebagai Allah dan bukan manusia. Bahkan Alkitab mengatakan bahwa kita bukanlah pencipta hidup kita. Jadi hidup kita bukanlah milik kita (Kis.14:17;17:24-25) Jika euthanasia adalah memperbolehkan membunuh dengan tujuan yang baik, maka dengan membunuh pendukung euthanasia jutaan nyawa bisa terselmatakan. Tetapi tidak akan ada pendukung euthanasia yang memperbolehkannya.
Contoh kasus untuk di kaji secara bersama :
Seorang perempuan berumur 25 tahun menderita kanker otak yang tidak bisa di operasi dan tidak bisa disembuhkan. Dia menderita rasa nyeri yang luar biasa meskipun sudah mendapat obat pengurang rasa nyeri dengan dosis yang sangat tinggi. Dokter telah mengenalnya sejak dia berumur belasan tahun, ketika ia aktif terlibat mengikuti program olah raga di SMA. Dia menonjol di berbagai bidang olah raga di perguruan tinggi. Setelah lulus , keterampilan pengendalian tubuhnya menurun/berkurang dan didiagnosa mengidap kanker sejak berumur 23 tahun. Dia memintah kepada dokter agar “merelahkannya pergi”. Dokternya member resep berisis 50 tablet pengurang rasa sakit dan berkata “jangan sekali-kali menelan 20 pil bersamaan karena akan membunuhmu” si perempuan itu meninggal satu minggu kedepan karena menelan obat pengurang sara sakit dalam jumlah yang besar.


[1] Gregory C. Higgins, Dilema Moral Zaman Ini. Kanisius. Yogyakarta:2006, hlm :96-97
[3] Geisler, Norman L. Etika Kristen: Pilihan dan Isu. Malang: Departement  LiteraturSAAT, 2000.
 ( diunduh : 22-10-2014)

[4] http://etika kristen euthanasia.blogspot.com/2012/03/pandangan-agama-kristen-pada-euthanasia.html (22-10-2014)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar